Jumat, 16 September 2011

Sebaik-baiknya Manusia


Sungguh beruntung bagi siappun yang dikaruniai Allah kepekaan untuk mengamalkan aneka pernik peluang kebaikan yang diperlihatkan Allah kepadanya. Beruntung pula orang yang dititipi Allah aneka potensi kelebihan oleh-Nya, dan dikaruniakan pulakesanggupan memanfaatkannya untuk sebanyak-banyaknya umat manusia

KARENA derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasuluulah saw. dalam hal ini bersabda, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manffaatnya bagi orang lain.” (H.R. Bukhori). Seakan hadits ini mengatakan, jika ingin mengukur sejauhmana drajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauhmana nilai manfaat diri ini?
Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai dengan sangat dirindukan, sangat bermanfaat, bahkan perilakunya membuat hati orang disekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang ‘manusia wajib’, diantaranya dia seorang pemalu yang jarang menganggu orang lain, sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariaannya banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daaripada hanya berbicara. Tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturrahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.
Ia justru selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah Swt. subhanallah demikian indah  hidupnya. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan ada terasa sesuatu yang kososng di rongga kalbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh manfaat dan kalau tidak ada, siapapun akan merasa kehilangan. Kalau orang yang sunah, keberadaannya bermanfaat, tapi kalaupun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rogga kosong akkibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya, kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga kalbu siapaun.
Sedangkan orang yang mubah ada dan tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tidaknya tidak membawa manfaat, dan tidak juga membawa mudharat.
Adapun orang yang makruh, keberadaannya justru membawa mudharat dan kalau dia tidak ada tidak berpengaruh. Artinya, kalau dia datang ke suatu tempat maka orang measa bosan atau tidak senang. Tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau malah hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat manfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombog kita?
Cobalah bercermin, seyogyanya tidak hanya memperhatikan wajah saja, tapi pandanglah akhlak dan perbuatan yang telah kita lakukan. Sayangnya, jarang orang yang berani jujur dengan tidak membohongi diri, seringnya malah merasa pinter padahal bodoh, merasa kaya padahal miskin, merasa terhormat padahal hina. Padahal untuk berakhlak baik kepada manusia, awalnya dengan berlaku jujur kepada diri sendiri.
Kalaupun mendapati orang tua kita berakhlak buruk. Sadarilah bahwa darah dagingnya melekat pada diri kita, karenanya kita harus berada di barisan paling depan untuk membelanya demi keselamatan dunia dan akhirat.
Begitu pula terhadap lingkungan, kita harus punya akhlak tersendiri. Seperti pada binatang, kalau tidak perlu tidak usah kita menyakitinya. Kadang kita itu aneh, ketika duduk di taman nan hijau, entah sadar atau tidak kita cabuti rumput atau daun-dunan yang ada tanpa alasan yang jelas. Padahal rumput, daun, dan tumbuh-tumbuhan yang ada di alam semesta ini semuanya sedang bertasbih kepada-Nya. Yang paling baik adalah jangan sampai ada makhluk apapun di lingkungan kiya yang tersakiti. Termasuk ketika menyiram dan memetik bunga,tanaman, atau tumbuhan lainnya, hendaklah dengan hati-hati, karena tanaman juga mengerti apa yang dilakukan kita kepadanya.
Betapa indah pribadi yang penuh pancaran manfaat, ia bagai cahaya matahari yang menyinari kegelapan, menjadikannya benih-benih, bermekarnya tunas-tunas, merekahnya bunga-bunga di taman, hingga  menggerakkan berputarnya roda kehidupan. Demikianlah, cahaya pribadi kita hendaknya mampu menyemangati siapapun, bukan hanya diri kita, tetapi  juga orang lain dalam berbuat kebaikan degan sepenuhnya melimpahkan energi karunia Allah Azza wa jalla, Zat yang Maha Melimpah energin-Nya, subhanallah. Ingatlah, hidup hanya sekali dan sebetar saja, sudah sepantasnya kita senantiasa memaksimalkan nilai manfaat diri ini, yakni menjadi seperti yang disabdakan Rasulullah saw. sebagai khairunnas. Sebaik-baik manusia! Insyaallah.
Rinekso Pyepit